Relasi, Ruang, Waktu dan Tipologi Bedawang nala

Authors

  • Made Aries Hartadijaya Brawijaya University
  • Susilo Kusdiwanggo

Abstract

Relasi, Ruang, Waktu dan Tipologi Bedawang nala

Made Aries Hartadijaya1 dan Susilo Kusdiwanggo2

1 Mahasiswa Program Sarjana Arsitektur, Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

2 Dosen Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

Alamat Email penulis: arieshartadi@student.ub.ac.id; kusdiwanggo@ub.ac.id

 

ABSTRAK

 

Arsitektur memiliki relasi fisik dan metafisik berbentuk artefak, konsep dan olahan fungsi berupa ruang. Bedawang nala merupakan entitas yang hadir dalam setiap kehidupan masyarakat Hindu ditemukan pada padmasana dan bade, sarana upacara ngaben. Realitas konsep padma digunakan untuk persembahyangan, digunakan juga aktivitas ritual kematian. Secara harafiah, bedawang nala adalah makhluk mitologi dalam kosmologi alam semesta, wahana sebuah Mandhara Giri. Realitas dalam kehidupan nyata dikaitkan dengan tragedi bencana alam vulkanik, gempa dan tsunami. Bedawang nala bukan sekedar ornamen, berada di dalam bangunan suci, juga hadir bersama entitas profan. Puncak gunung Mandhara Giri merupakan swah-loka diwujudkan sebagai realitas rong atau stana dan bedawang nala merupakan representasi bhur-loka. Puncak Mandhara Giri dipercaya oleh masyarakat Bali sebagai ruang terhadap entitas metafisik. Bedawang nala berorientasi kepada manifestasi Tuhan yang digunakan di dalam upacara kematian. Masyarakat Bali mengenal konsep rwabhinneda, selain tri-hitakarana dan tri-loka. Melihat konsep rwabhinneda sebagai bentuk paradoks pada entitas bedawang nala. Bagaimana relasi bedawang nala sebagai kosmologi ruang dengan eksistensi rwabhinneda pada realitas sekala-niskala. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebenaran bedawang nala dalam lingkup arsitektur. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan paradigma induktif dan strategi etnografi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, bedawang nala merupakan reaktualisasi kosmogoni, mempersyaratkan kehadiran rwa-rwabhinneda, dan membentuk syarat mutlak pada realitas fisik.

Kata Kunci : bedawang nala, rwabhinneda, sekala-niskala, paradoks, kosmogoni.

 

ABSTRACT

Architecture has physical and metaphysical relations in the form of artifacts, concepts and processed functions in the form of space. Bedawang nala is an entity that is present in every life of the Hindu community and is found in padmasana and bade, the means of the cremation ceremony. The reality of the padma is used for prayers, also used for death ritual activities. Literally, Bedawang Nala is a mythological creature in the cosmology of the universe, a vehicle for a Mandhara Giri. Reality in real life is associated with the tragedy of volcanic natural disasters, earthquakes and tsunamis. Bedawang nala is not just an ornament, it is in a sacred building, it is also present with profane entities. The peak of Mount Mandhara Giri is swah-loka embodied as the reality of rong or stana and Bedawang Nala is a representation of bhur-loka. The peak of Mandhara Giri is believed by the Balinese as a space for metaphysical entities. Bedawang nala is oriented towards the manifestation of God which is used in death ceremonies. Balinese people know the concept of rwabhinneda, apart from tri-hitakarana and tri-loka. Seeing the concept of rwabhinneda as a form of paradox in the bedawang nala entity. How is the relation, Bedawang Nala as cosmology of space with the existence of rwabhinneda in scale-niskala ? This study aims to identify the truth of Bedawang Nala in the scope of architecture. This research was conducted qualitatively with an inductive paradigm and an ethnographic strategy. The results of this study indicate that bedawang nala is a cosmogonic re-actualization, requiring the presence of rwa-rwabhinneda, and forming absolute requirements for physical reality.

Keywords : bedawang nala, rwabhinneda, sekala-niskala, paradox, cosmogony.

Downloads

Published

2023-01-31